Bisa Dibentuk

Semua bisa dibentuk, baik-buruk, benar-salah, bagus-jelek, pahlawan-penjahat, lakon-bandit, da’i-teroris serta hitam-putih.
Bisa Dibentuk

Bisa Dibentuk Sudah 5 hari ini simbah gelisah menunggu kelahiran anak ke-4. Hal yang sama sebagaimana simbah alami saat menunggu kelahiran anak pertama. Ha wong anak ke-2 dan ke-3 bancar-bancar saja lho, lha yang ke-4 ini kok pake ajian maju mundur segala. 

Sudah mulai kontraksi agak sering 5 hari yang lalu, bahkan sudah dicek bu bidan, sampai-sampai bidannya bilang “Paling 4 jam lagi lahir.” Lha kok sampai 5 hari gak maju-maju pembukaannya. 

Memang sih, miturut ngelmu simbah itu belum masup persalinan. Hanya saja simbah was-was, karena anak ke-2 kemaren lahirnya cepet banget. Bidannya belum dateng, tapi si jabang bayi sudah lahir ceprot. Akhirnya simbah jadi bidannya. 

Tetangga yang datang gak berani mbantu, cuma ngliatin simbah biayakan nyari gunting dan alkohol buat motong tali puser. Begitu bidannya datang, semua sudah selesai. Ari-ari sudah beres, anak lahir sehat dan bidannya hanya kebagian bersih-bersih sama nyuntikin Methergin ke sibunya.

Dengan anak 3 seperti sekarang ini memang repot. Kemana-mana naik motoran berlima. Tumpuk undhung, pating gandhul. Simbah menikmati semua itu. Namun simbah juga heran, rupanya mempunyai anak lebih dari 2 itu merupakan hal yang memalukan bagi banyak orang. Apalagi dokter macem simbah ini. 

Sisi yang mana yang memalukan simbah kurang paham. Mungkin ini kaitannya dengan program keluarga berencana. Simbah bukan orang yang menentang program Keluarga Berencana. Karena masing-masing keluarga wajib merencanakan keluarganya menjadi keluarga yang bahagia di dunia dan akherat. 

Namun yang simbah pahami, rencana masing-masing keluarga itu bersifat individual dan khas. Itu saja. Adapun lantas yang terjadi kemudian adalah terbentuknya image bahwa punya anak lebih dari 2 itu memalukan, sebenarnya itu sudah di luar dari program keluarga berencana itu.

Seharusnya yang memalukan adalah jika sang bapak atau ibu dalam keluarga itu gagal atau tidak mampu memberikan kebutuhan dasar yang pokok bagi anak-anaknya. Bukan malu terhadap jumlah anak yang dimiliki. 

Gara-gara malu yang salah bentuk ini, simbah pernah kedatangan ibu-ibu berusia 40-an minta digugurkan kandungannya karena malu kalo punya anak lagi. Anaknya sudah 5, sudah punya cucu juga. Simbah langsung kasih wejangan entek amek kurang golek

Lha padahal jaman mekak ra enak dulu itu, yang namanya punya anak banyak itu membanggakan lho. Jadi rupanya image itu bisa diubah dan dibentuk. 

Sebagaimana rasa malu yang bisa dibentuk, benar-salah, baik-buruk serta lakon dan lawan pun bisa dibentuk. Sarana yang sering dipakai untuk membentuk image itu adalah media massa. Baik cetak maupun elektronik.

Presiden Jos Bus yang habis mbantai ratusan ribu manusia bisa diperbaiki image dan citranya dengan menampilkannya di depan tipi dan koran sedang menyantuni anak-anak negro ceking yang bengkring, mblending dan kriting. Padahal pada saat itu slilit daging orang Iraq yang dikunyahnya belum selesai dibersihkan di sela giginya.

Politisi korup yang rakus yang telah ngingoni anak isterinya dengan harta penghuni kolong jembatan, tiba-tiba bisa disulap menjadi mubaleg ataupun mubalegot yang siap-siap mubal-mubal isi got karena mulutnya tiap hari dicekoki harta hasil jarahan. 

Penonton pun manggut-manggut penuh hikmat kebijaksanaan. Mungkin karena penontonnya terpukau oleh citra yang ditampilkan. Tapi bisa juga karena penontonnya tak kalah korup dengan si mubaleg/mubalegot tadi. 

Penontonnya bisa dari kalangan tukang parkir yang gak pernah masang karcis parkirannya, kasir yang kongkalingkong main kwitansi dengan pembelinya, tukang bensin yang nyolong meterannya, penjual yang ngganduli timbangannya, mbok jamu yang nyampur jamunya dengan obat kimia, sampai pada sindikat partai kai-pang yang menebar anggota partainya untuk ngemis dengan sesekali menjadi pencopet oportunis manakala kesempatan ada. Tumbu oleh tutup.

Simbah masih inget dongeng Pak Dungu yang hendak menjual kerbaunya, lantas ditipu oleh 3 pencuri yang kompak mengatakan bahwa kerbaunya itu hanyalah seekor kambing. Pada pencuri pertama pak Dungu keukeuh pada pendapatnya bahwa yang hendak dijualnya itu kerbau. 

Namun saat bertemu orang kedua yang mengatakan bahwa yang dibawanya itu kambing, goyahlah keyakinannya, meski masih ragu. Saat ketemu pencuri yang ketiga yang mengatakan bahwa yang dibawanya itu kambing, maka runtuhlah keyakinannya. 

Berubahlah yakinnya, tadinya dia berangkat dengan keyakinan bahwa yang dibawanya itu kerbau, sesampai di pasar dia yakin bahwa yang dibawanya itu kambing.

Mengapa bisa begitu? Pertama karena kebodohannya dan kedua karena tak ada seorangpun yang meluruskan dan ikut menguatkan keyakinannya. Karena semuanya itu bisa dibentuk.

Punya anak banyak bisa dibuat memalukan, dan itu gampang. Walaupun dulunya punya banyak anak itu membanggakan. Polygami bisa dibentuk imagenya menjadi jahat dan nista, walaupun dulu Nabi saw, Abu Bakr As Shidiq, Umar bin Khothob, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan sebagian besar ulama-ulama besar menjalaninya, bahkan sepakat 4 madzhab menghalalkannya. 

Hamil diluar nikah bisa dibentuk imagenya menjadi indah, humanis, bermoral, romantis, tergantung si penulis cerita merangkai kata dan meletakkan titik, koma, tanda penthung dan tanda lainnya. 

Semua bisa dibentuk, baik-buruk, benar-salah, bagus-jelek, pahlawan-penjahat, lakon-bandit, da’i-teroris serta hitam-putih. Tergantung siapa yang menguasai kapital, media, kekuatan dan kekuasaan.

Ah sudahlah... simbah mau nungguin sang jabang bayi lahir. Doakan saja lahirnya selamat dan sehat. Selamat dari vonis cesar sang SPOG, dan sehat dari segala kelainan dan penyakit...
LihatTutupKomentar