Menjajal Spot Pulau Mundu

Trip kali ini bukan ke Bojonegara atau trip lain di Anyer. Ya, saya menjajal sekitar Spot Pulau Mundu yang masuk wilayah Lampung.
Spot Pulau Mundu

Menjajal Atau Mencoba Spot Mancing di Pulau Mundu


Akir pekan lalu, Sabtu 7 November saya kembali menjajal spot mancing di laut. Trip kali ini bukan ke Bojonegara atau trip lain di Anyer. Ya, saya menjajal sekitar Spot  Pulau Mundu yang masuk wilayah Lampung.

Saya bertolak dari Pantai Mabak, Pulomerak, Kota Cilegon sekitar pukul 03.00. Menurut informasi yang saya dengar dari sesama pemancing, waktu tempuh dari Mabak ke spot di sekitar Pulau Mundu, Lampung diperkirakan sekitar tiga jam.

Petualangan menjajal spot Pulau Mundu pun dimulai. Kapal kami mulai membelah malam di Selat Sunda. Suara mesin kapal menjadi satu-satunya bebunyian yang saya dengar. Selain itu, hanya sepi, dan keheningan yang ada.

Bersama rekan-rekan seperjalanan, termasuk Pak Ketua, saya berbincang seadanya. Kami ber 8 memang belum kenal semua sebelumnya, baru dipertemukan dalam perjalanan ke spot Pulau Mundu itu. Meski begitu, yang namanya sesama pemancing pasti akur. Kalau ada pemancing yang egois dan sombong, itu perlu dipertanyakan jiwa petualangannya hahahaha.

Jujur, spot sekitar Pulau Mundu memang belum pernah saya coba. Nama besar Pulau Mundu di antara para mincing mania yang cukup tenar, membuat saya ingin cepat tiba di spot itu. Namun, perjalanan tiga jam membelah Selat Sunda bukan perjalanan pendek. Saya harus lebih bersabar lagi tentunya.

Waktu menunjukkan pukul 02.00, kantuk mulai datang. Saya pun merebahkan diri di ruangan kapal yang tersedia. Tetap saja tidak bisa nyenyak, kapal yang naik turun dan goyang karena ombak, salah satu alas an tidur saya tak bisa nyenyak. Tapi lumayanlah, beberapa saat saya bisa terlelap.

Sekitar pukul 04.30, matahari sudah Nampak. Lautan yang luas mulai terlihat wujudnya. Saya bangun dan memandang sekitarnya. Saya belum juga melihat Pulau Mundu. Kapal masih terus berjalan membelah laut pagi hari.

Sekitar pukul 06.00, nakhoda memperlambat laju kapal. Itu terasa dari raungan mesin jenis fuso itu yang mulai merendah. Sang nakhoda melempar jangkar. Itu tanda bahwa saya sudah tiba di spot yang dituju. Alhamdulillah.

Di sekitar saya lihat ada kapal pemancing lain yang sudah labuh jangkar lebih dulu. Saya bersiap dan mulai melempar mata kait yang sudah diberi umpan. Lautnya sangat dalam. Saya memperkirakan kedalamannya mencapai 80-100 meter.

Spot Mancing Pulau Mundu

Sebelum melampar, ABK memberi isyarat kecil. Menurutnya air laut sedang dingin, jadi agak sulit mendapatkan ikan. Saya tetap optimis, akan mendapat ikan besar di spot yang sudah cukup terkenal itu. Waktu terus bergulir. Namun belum ada satupun ikan besar yang nyangkut di kail kami. Hanya ada kerapu, kuniran (ekor kuning), dan ayam-ayaman yang sudah naik ke geladak kapal. Ukurannya tidak seberapa.

Dirasa spotnya tidak bagus, kapal bergeser kembali ke titik lain, masih di sekitar Pulau Mundu. Namun kondisinya tetap sama. Tidak ada ikan besar yang menyantap umpan kami. Kemudian kami bergeser lagi dan lagi. Keadaan tetap sama.

Kemudian, kami mencoba teknik drifting. Teknik ini adalah teknik memancing di atas perahu dengan kondisi perahu hanyut (dibawa arus). Artinya jangkar tidak digunakan dalam teknik ini. Nah, ada perbedaan saat kami mulai teknik drifting. Beberapa kawan stike, namun endingnya tidak memuaskan. Maklum, teknik drifting dengan kedalaman laut mendekati 100 meter itu cukup sulit. Sebab teknik ini umumnya digunakan di laut yang kedalamannya tidak terlalu dalam.

Ah, teknik ini pun tidak membawa hasil yang lumayan. Kapal terus hanyut, hingga akhirnya kami memutuskan untuk mencoba spot Pulau Sanghyang.

Waktu menunjukkan pukul 14.00, kami belum dapat satupun ikan besar yang diharapkan. Mudah-mudahan di spot Pulau Sanghyang kami bisa strike. Saya kemudian tidur karena lelah. Saat bangun saya kaget, kapal sudah ada di sekitar Pulau Tempurung. Tak banyak Tanya, saya menjajal spot ini. Luar biasa, arusnya kenceng sekali. Timah ukuran J 16 langsung hanyut terbawa arus. Saya mulai ilfeel. Saya merasa bahwa memancing dengan arus sekuat itu nyaris mustahil mendapatkan ikan.

Kapal kemudian bergerak lagi. Tujuannya sudah semakin tidak jelas, kami mulai kecewa. Saya sempat bertanya ke kepada nakhoda. Saya klaget, ternyata dia tidak tahu spot. Ternyata dia juga ABK murni, bukan nakhoda yang biasa membawa para pemancing ke spot-spot yang sudah dikenal. “Kang, pernah bawa orang gak ke spot ini, atau pernah lihat orang dapat ikan gak di spot ini” Tanya saya.

“Dia menjawab tidak pernah”


Astagfirullahhaladzim, lalu untuk apa kami dibawa ke spot-spot itu sehari semalam. Wadduh! Gagal total. Ternyata nakhodanya tidak tahu spot. Dia hanya mengira-ngira saja. Titik dimana biasa orang memancing dia sama sekali tidak tahu, karena dia bukan nakhoda kapal pemancing yang kami naiki.

Meski demikian, saya tidak marah atau ngamuk. Kami semua tetap tersenyum. Ikan boleh tidak dapat, tapi kami mendapatkan yang lbeih dari itu, yakni pertemanan dan persaudaraan.

Mundu, suatu saat saya akan datang lagi. Semoga kekecewaan hari ini, akan dibayar dengan stike yang berkali-kali di kemudian hari.

Salam Fish On!
LihatTutupKomentar