Renungan Bangkai Tikus

Renungan Bangkai Tikus - Malam Minggu kemarin hidung simbah terusik oleh aroma busuk yang cukup membuat perut serasa pingin mukok.
Renungan Bangkai Tikus

Renungan Bangkai Tikus - Malam Minggu kemarin hidung simbah terusik oleh aroma busuk yang cukup membuat perut serasa pingin mukok. Simbah langsung curiga, pasti bangkai tikus. Sudah seminggu ini gerombolan tikus cluthak yang biasa bikin bising di malam hari tak terdengar lagi suaranya. Dan memang racun tikus yang simbah pasang di beberapa tempat keliatan berkurang dan hampir habis. 

Terpaksalah balungan tuwek ini biayakan sobo eternit, clingak-clinguk pake senter nyari sang bangkai. Setelah direwangi gobyos, ketemulah si bangkai tersebut. Gak tanggung-tanggung, ada 3 biji. Mangkanya kok sampe bikin mbededeg.

Simbah teringat kisah sahabat Nabi yang tiap malam rumahnya didatengi tikus. Bedanya, tikus itu datang sambil nggondol potongan emas. Tiap malem sepotong. Sampai akhirnya tujuh malam. Ditanyakanlah kasus itu kepada Nabi, dan diputusilah oleh beliau bahwa itu memang rejeki dia. Wah, ha kok gurih temen kih...

Tapi itu adalah sahabat nabi, yang model orangnya pastilah penuh dengan ketaatan, keimanan dan ketaqwaan. Sampai-sampai yang namanya tikus saja berkhidmat, datang dengan membawa manfaat. Lha tikus yang nyatroni rumah simbah ini boro-boro kasih manpangat. Di saat hidupnya bikin onar, malam-malam nyolong lawuh, nabrak botol minyak goreng sampe lambah-lambah minyaknya. 

Susah ngilangin bekasnya. Tidur malam jadi gak nyenyak, was-was dicolong makanannya. Lha kok pas sudah matinya tetep saja mbikin masalah. Sampai balungan tuwek ini nekat diajak penekan eternit.

Ini introspeksi buat simbah. Mungkin amalan simbah masih gak mutu. Atau sebetulnya bermutu, tapi rendah. Sehingga makhluk yang datang ke rumah simbah banyak memberikan madharat daripada manpangat. Alam ini memperlakukan kita sesuai kadar amalan kita kepada Sang Murbeng Jagad. Alam semesta ini sudah disetting sama Yang Maha Kuasa, diciptakan untuk melayani manusia. Jika ada yang melenceng dari setting, berarti manusianya yang gak beres.

Jika amalan manusia beres, apapun yang namanya makhluk, pasti akan melayani manusia dengan benar. Hujannya bermanfaat, panasnya juga berfaedah. Gunung mati bawa berkah, Gunung Njeblug bawa hikmah. Hutannya sejuk, hawa segar. Makhluk hidup maupun mati semuanya ditundukkan, membawa manpangat bagi kehidupan manusia.

Manakala manusia hipermaksiat, hujannya mendatangkan banjir, kemaraunya membawa paceklik. Gunung mati bawa bencana, gunung njeblug bawa derita. Hutannya terbakar, udaranya berasap. Semua makhluk berbalik memusuhi dan membawa kerugian. Tidak lagi mau melayani manusia.

Kita tahu, Indonesia adalah Tanah Air Kita. Tapi gak ada yang nyangka Tanah Air itu sekarang sedang terkena bencana yang disebabkan oleh Tanah dan Air alias lumpur bin blethok. Porong hampir murni menjadi hamparan Tanah Air. Jika tanah dan air sudah tidak bersahabat dengan manusia, mau lari kemana manusia ini?

Umat Nabi Nuh dan Fir’aun hancur gara-gara air. Umat Nabi Luth dan Qorun hancur karena tanah. Mosok Indonesia mau ngumpulin keduanya? Bisa jadi, kalau penyakitnya umat Nabi Nuh, umat Nabi Luth, Fir’aun dan Qorun ada semua di negeri ini.

Mang renungke...... Apane...? Halah.... lha mosok batang tikuse...
LihatTutupKomentar