Tarip Berobat

Memang tarip berobat ini mbikin simbah gerah juga. Untungnya simbah kerja di klinik yang taripnya gak bikin semedhot napas yang hampir pedhot.
Tarip Berobat

Tarip Berobat - Kesehatan bisa dibilang yakni barang mahal. Apalagi kalau nyari sehatnya ke dokter spesialis yang titelnya sak gandeng renteng, macem Prof.Dr.dr. Pengung, Sp.BO. FICS. MARS. MBA. Jikalau sak titelan seket ewu, bisa kena mangatus ewu sekali sak resepan. Kalau yang diresepi mbah Karto Dangkel yang kerjaannya ndudah suwakan buat dijual udangnya, lak yo tambah nyepetne patine to yo

Jangankan buat mbah Karto Dangkel yang hidupnya kesrakat, buat Kang Tarno Menying yang duite sak tekruk saja masih terasa abot. Memang tarip berobat ini mbikin simbah gerah juga. Untungnya simbah kerja di klinik yang taripnya gak bikin semedhot napas yang hampir pedhot. Mangkanya pasien kelas mbah Karto Dangkel itu bisa mertombo di klinik simbah tanpa harus ngrogoh kantong sampai ke dasar.

Tapi di sisi pasien sendiri ada keunikan. Yakni adanya pasien yang bangga kalo dokternya kasih resep yang mahalnya setengah mampus. Di arisan ibu-ibu, pasien model begini-ini biasa umuk dengan bangganya, meskipun dengan nada sebaliknya, 

“Walah jeng, tadi si thole sakit brutu. Sehabis disuntik mbah dokter itu disuruh nebus resep... wah obatnya gak sembarangan lho jeng. Sak kapsul saja harganya seket ewu, lha ini disuruh mbeli sak emplek. Mahal tenan. Tapi bukan obat sembarangan lho ternyata...bla..bla..bla..” 

Nganti ngeces cerita betapa mahalnya obat yang harus dibeli si Zus Gotri itu. Keliatannya ngeluh, tapi dia sedang umuk bahwa dia punya banyak duit buat mbeli obat yang gak sembarangan itu.

Ada lagi kejadian unik, ada pasien simbah yang tiap kali simbah mau nulis resep selalu pesen, “Dok obatnya yang bagus lho dok, mahal gak papa.” Lha mbareng selesai nulis resep dan si pasien tinggal mbayar obat, ha kok taripnya ditawar. “Wah, mosok mahal banget sih dok...” Agi iki di klinik ada tawar menawar tarip, jan persis bakulan kathok kolor tukon pasar wae.

Yang lucu itu rekan sejawat simbah. Di antara kita sesama dokter sepakat, pokoknya kalo ada pasien kena penyakit kelamin akibat blusukan guo selarong karom, maka harus dikepruk taripnya. Biar mertobat pasiennya. nah suatu malam yang sepi, konco simbah ini kedatangan seorang pengusaha yang mbawa isteri simpanannya, yang ternyata kena kencing nanah alias GO. 

Maka sesuai prosedur, pasiennya disuntik trus dikepruk. “Duaratus ribu pak, untuk dua suntikan.” begitu kata konco simbah. “Oh iya.... ini dok. Terimakasih ya...” begitu kata pengusaha tadi sambil ngasih uang tigaratus ribu kepada konco simbah itu. Lha ... kok tigaratus rebu??

“Apa gak salah ini pak?” tanya konco simbah mencoba mengingatkan si pasien.
“Ah enggak, ambil saja yang seratus rebu dok. Saya biasa kok suntik beginian. Dan ini adalah yang paling murah. Biasanya sekali suntik duaratus rebu, ha kok disini dua suntikan cuma duaratus rebu. Ambil saja yang seratus itu dok...”

Glodhaaaak.... konco simbah malah kepalanya rasanya seperti dikepruk. Lha, ngene ki lak doktere dianggep kere ... Jian kalah awu tenan. Keprukan salah sasaran...

Tapi simbah sendiri pernah bersitegang dengan dokter senior yang berakibat simbah keluar dan memang dikeluarkan dari satu rumah sakit, gara-gara masalah tarip berobat ini. Lha simbah itu gak tega ada pasien yang dipertahankan tinggal di rumah sakit padahal sebenarnya memungkinkan untuk dipulangkan. 

Kasian mbayarnya jadi mahal. Tapi resikonya, disidangkan oleh dokter senior dan simbah dikeluarkan. Persoalan pokoknya hanya karena mengejar tingkat hunian rumah sakit. Makanya simbah pesankan, jaga kesehatan dan hargailah. 

Sehat itu karunia yang mahal, selain isteri yang shalehah tentunya. Simbah merasa beruntung diberi kesempatan meguru bab mertombo di satu institusi pendidikan. Paling tidak kalo anak isteri sakit, bisa menekan biaya pengobatan.
LihatTutupKomentar